Ieko mengatakan Dinas Perindustrian dan Dagang Tangerang mengajak kaum ibu di sana untuk mengolah eceng gondok. Lalu, pada 2007, kelompok ibu ini diajak ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan pemanfaatan eceng gondok.
Dalam masa perintisan usaha tentu Ieko mengalami berbagai kesulitan, hambatan serta tantangan. Tapi semua itu dijalaninya dengan sabar dan bersungguh-sungguh. Pada pertengahan 2019 dia bergabung dengan PKBL Krakatau Steel untuk memperoleh pinjaman dana serta pembinaan.
Pelan tapi pasti, usahanya mulai membuahkan hasil. Dibantu oleh 10 orang pekerja, kerajinan eceng gondok yang digelutinya mulai banyak peminat. Omsetnya terbilang lumayan, saat ini dia bisa mengantongi hingga Rp 30 juta setiap bulannya.
"Sepulang dari Yogyakarta, saya dan teman-teman langsung memanfaatkan eceng gondok dan dikreasikan menjadi tas anyaman," kata dia. Maka demikianlah, tas merupakan barang yang pertamakali dijadikan komoditi oleh Ieko. Setelah pemasaran tas lancar, barulah barang lain seperti topi dan lain-lain dibuat.
"Awalnya omset saya sekitar Rp 600 ribu per orang, lalu meningkat Rp 1 juta. Dan setelah 11 tahun menjalani usaha kerajinan anyaman eceng gondok ini, Alhamdulillah saya memiliki omset hingga Rp30 juta per bulannya. Terima kasih juga untuk pihak PKBL Krakatau Steel yang telah ikut mendorong saya", katanya.
Ketika ditanyakan apa peruntukkannya hasil pinjaman dari PKBL, Ieko menjawab, "Saya gunakan untuk menambah bahan baku dan mengurus ijin pendirian CV. Sekarang saya memiliki CV "Sahabat Alam" sebagaimana yang terpampang di depan rumah produksi ini".
Dalam memroduksi, Ieko menggunakan rumah-rumah karyawannya sebagai basis. Hal ini dilakukannya demi ketenangan bekerja mereka.
"Para karyawan saya rata-rata ibu rumah tangga, pak. Jadi mereka punya kewajiban juga mengurus rumah dan anak-anaknya. Agar mereka bisa lebih tenang bekerja, terutama bagi yang anak-anaknya masih kecil, saya persilahkan mereka bekerja di rumah masing-masing. Di saat-saat tertentu, terutama untuk finishing, kami memang berkumpul di sini", Ieko kembali menjelaskan.
Rumah produksi Ieko sebenarnya cukup luas untuk menampung sekitar 10 karyawan. Tetapi dengan pertimbangan sebagaimana telah disebut di atas, para karyawan tersebut bekerja di rumah masing-masing dan hanya sesekali berkumpul.
Ieko mengatakan proses penganyaman memerlukan waktu 2-3 jam untuk barang-barang seukuran tas. Dan bisa sampai 5 hari untuk yang seukuran tikar. Bahan bakunya berbeda dengan rotan. Rotan cenderung lebih kaku, sedangkan eceng gondok lebih elastik. Harga tanaman ini juga lebih murah.
Perawatannya cukup mudah. Ieko mengatakan tas hanya perlu dijemur di bawah sinar matahari seminggu sekali. Kalau dirawat cukup baik, tas itu bisa bertahan selama sepuluh tahun.
Harga tas Ieko bervariasi, tergantung dari ukuran. Untuk pouch, harganya berkisar Rp50 ribu—Rp100 ribu. Untuk tas, harganya dari Rp100 ribu hingga Rp200 ribu.
Ieko juga memanfaatkan media sosial untuk penjualan tas eceng gondok. Kalau berminat, Anda bisa mengecek tas-tas cantik dari eceng gondok di akun Instagram @ieko_ratueceng.
Nama Mitra Binaan | Ieko Damayanti |
Umur | 34 Tahun |
Sektor Usaha | Industri |
Komoditi | Kerajinan Eceng Gondok |
Alamat | Jalan Pintu Air RT 002/003 Kel. Parung Serab, Kec. Ciledug Tangerang Kota |
Nomor Ponsel | 083879465878 |
Media Sosial Pemesanan | Instagram@ieko_ratueceng |
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Ratu Eceng Gondok Binaan PKBL Krakatau Steel, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.