Kita ambil contoh perang di jaman kuna, yaitu Bharatayudha. Saat itu baik Pandawa maupun Kurawa adalah pihak-pihak yang termasuk taat beragama, setidaknya untuk ukuran kaum ksatria.
Rata-rata ksatria Kurawa adalah pemuja Trimurti secara utuh, terkecuali Duryudhana dan Dursasana yang terprovokasi Sisupala, sehingga kakak-beradik itu membenci Krishna sebagai awatara Wisnu. Tapi bukan karena itu mereka memerangi Pandawa, perebutan kekuasaanlah penyebabnya, lebih tepatnya hak waris singgasana.
Kemudian masuk pada Perang Salib I dan II, timbul lagi pertanyaan apa benar karena perbedaan agama? Sangat sulit untuk mengatakan iya secara 100% karena pada dasarnya itupun lebih disebabkan oleh perebutan pengaruh tingkat dunia. Hal ini lebih terjawab ketika terjadi Perang Dunia I dan Perang Dunia II, mayoritas yang berperang itu memiliki agama yang sama, tapi koq mengapa tetap berperang? Lagi-lagi jawabannya adalah perebutan kekuasaan.
Terlalu banyak contoh untuk dituliskan satu per satu yang mengindikasikan bahwa perang bisa terjadi lebih karena berebut kekuasaan, bukan karena berebut kebenaran dalam beragama.
Ketika Jayakatwang membumiratakan Singhasari, kedua kerajaan itu menganut agama yang sama. Lalu beberapa abad kemudian pasukan Islam berhasil menaklukkan Nusantara. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa baik dalam keadaan seagama ataupun berbeda agama, manusia tetap akan berperang, dan itu disulut, lagi-lagi, oleh perebutan kekuasaan.
Bahwa isu agama kemudian mengemuka dituding sebagai penyebab, itu lebih karena politisasi dan propaganda. Untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya bahwa tidak ada perang yang mutlak disulut oleh konflik agama.
Anda tidak yakin? Bila tidak yakin maka tanyalah pada diri sendiri. Tanyakan apakah darah anda bisa mendidih karena melihat orang lain berbeda agama ataukah karena merasa orang lain merebut hak anda?
Bila jawabannya darah anda bisa mendidih karena merasa direbut hak, maka itu artinya dengan yang seagamapun anda siap berperang.
Bila murni penegakan agama yang dilakukan, maka tidak akan banyak darah yang tertumpah sekalipun ada perang. Bahkan darah bisa tidak tertumpah sama-sekali, misalnya dalam peristiwa Fathu Makkah di jaman nabi Muhammad.
Perang di jaman nabi Muhammad itu irit dengan tumpahan darah. Selain karena jumlah manusia yang berperang tidak sebanyak di jaman modern, juga karena mereka memang tidak terlalu haus darah.
Kolaborasi antara haus pada kekuasaan, ditemukannya aneka mesin pembunuh, dan haus melihat darah tertumpah, telah menjadikan perang di jaman modern sebagai sesuatu yang amat mengerikan.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Apakah Benar Perang Agama itu Ada?, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.