Tindak Pidana Pembunuhan tentu sangat berbeda dengan Tindak Pidana Penistaan Agama. Tindak Pidana Pembunuhan menyebabkan nyawa manusia melayang, sementara Tindak Pidana Penistaan Agama hasilnya adalah ketersinggungan. Hal ini pulalah yang menyebabkan masa hukuman maksimal bagi Tindak Pidana Pembunuhan jauh lebih lama.
Dari kasus Jessica Kumala Wongso, satu hal yang krusial menjadi catatan adalah tidak tersajinya bukti yang telak bahwa Jessica memasukkan Sianida ke dalam gelas Es Kopi Vietnam. Namun demikian ketiadaan bukti yang telak tersebut tidak lantas sanggup membebaskan Jessica dari vonis hukuman. Hal ini karena sejumlah bukti yang ada, meskipun tidak telak, memberi sinyalemen yang kuat bahwa Jessicalah pelakunya.
Jessica memang melakukan naik banding, tetapi nampaknya langkah itupun tidak akan membawa dirinya pada kebebasan, bahkan tidak pula sekedar pengurangan hukuman. Yang sangat mungkin terjadi adalah dia tetap dihukum 20 tahun atau, ini kemungkinan kecil, hukumannya diperberat.
Lalu bagaimana dengan kasus Ahok? Secara penyelenggaran persidangan nampaknya kasus Ahok tidak akan sepanjang persidangan Jessica. Tata persidangannya juga tidak akan serumit kasus Kopi Bersianida itu, tapi kasus Ahok memiliki gaung yang jauh lebih dahsyat.
Dari sisi publik, baik kasus jessica maupun kasus Ahok sama-sama menyita perhatian secara masif. Dari sisi publikasi mediamassa juga sama-sama berpotensi viral. Namun yang membedakan adalah tensi atau suhunya.
Konon persidangan kasus Ahok akan dilakukan secara terbuka sama seperti kasus Jessica. Itu artinya masyarakat akan kembali disuguhi tayangan demi tayangan dari rangkaian persidangan yang ada. Dan terlepas dari apakah masyarakat membutuhkan atau tidak terhadap penayangan terbuka ini, tapi yang pasti tren keterbukaan ini perlu disambut baik.
Antara Kasus Jessica Kumala Wongso dan Kasus Ahok
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Antara Kasus Jessica Kumala Wongso dan Kasus Ahok, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.