Untuk menjadi politisi tingkat tinggi, meskipun terkadang relatif, tentulah dibutuhkan dasar intelektualitas yang tinggi. Dan salah-satu parameternya adalah kecakapan rasio yang mumpuni. Seseorang yang intelek haruslah rasional (IQ), selain juga unggul dari sisi penguasaan emosi (EQ), serta memiliki kesadaran spiritual (SQ).
Seseorang yang intelek tidak harus jadi politisi, tapi sebaliknya seorang politisi sangat elok bila intelek.
Permasalahan kita sekarang, seringkali terjadi anomali. Ada sedemikian luas wilayah abu-abu yang bisa diarungi oleh kaum politikus ini. Akibatnya bisa saja terjadi hal demikian : Seorang politisi intelek mati-matian membela sesuatu yang sangat mungkin dia sendiri ragu atau bahkan tidak mempercayainya. Itu semua dilakukan karena ada benefit yang dia peroleh dari pihak yang dibelanya. Berbicara soal benefit tentu pengertiannya luas dibanding sekedar segepok uang yang rutin diperoleh.
Pada sisi ini rasionalitas si politisi sebenarnya tidak perlu diragukan. Secara rasional, dia memang pantas mempertahankan apa yang dianggap menguntungkan bagi dirinya. Dari sisi penguasaan emosi, juga tidak perlu diragukan. Karena untuk mampu memperoleh benefit tersebut, dia harus memiliki hubungan baik. Yang justru perlu dipertanyakan adalah dari sisi spiritualitas.
Seseorang yang mengalami penurunan tingkat spiritualitas, setidak-tidaknya akan menunjukkan gejala-gejala :
- Yang bersangkutan lebih mementingan sisi keuntungan pribadi dibanding kemaslahatan bersama,
- Yang bersangkutan tidak segan-segan menggunakan dalih berbasis agama,
- Yang bersangkutan bersikap sangat posesif ketika menerima kritik terhadap langkahnya.
Dunia politik memang selalu siap menampilkan sejumlah topeng yang sebenarnya merupakan wajah asli. Hampir untuk semua isu apapun, bila telah melibatkan unsur politik, maka akan menjadi stereotif.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Topeng-Topeng Politik yang Sebenarnya Merupakan Wajah Asli, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.