Dimas Kanjeng Taat Pribadi tentulah bukan sosok yang fenomenal, meskipun di sekitarnya dikelilingi oleh fenomena. Dan bila dirunut ke belakang, yang seperti Dimas kanjeng ini bukan yang pertama di Indonesia. Apapun istilahnya, entah menggandakan uang atau mengadakan uang, sama-sama melanggar hukum negara.
Bila itu menggandakan uang, terlepas dari bagaimana cara ia menggandakan, artinya akan ada uang yang bernomor seri sama. Maka itu disebut pemalsuan.
Kemudian andai disebut pengadaan, maka itupun melanggar hukum karena hanya Institusi BI yang boleh mengadakan uang.
Ketika seseorang rutin menerima gaji misalnya, maka yang bersangkutan sebenarnya hanya menerima uang, bukan mengadakan uang. Di situ terjadi pemindahan uang secara legal, dari pemberi kerja kepada karyawan. Teknisnya bisa melalui transfer bank atau kontan.
Berkaitan dengan Dimas Kanjeng, andai pengadaan uangnya dilakukan dengan pemindahan cara ghaib, lalu dari mana ia memindahkannya? Andai dari bank, maka itu adalah pencurian karena ilegal. Andai dipindahkan dari para orang kaya, maka itupun patut dipertanyakan, apakah telah terikat pada suatu perjanjian atau transaksi berpelindung hukum negara? Ya, apalagi mengingat nominalnya yang sedemikian besar.
Bila berpelindung hukum negara, dan masing-masing pihak taat pada perjanjian yang ada, maka urusan pemindahan uang hanyalah persoalan teknis. Mau lewat ATM, mau manual, mau lewat internet banking, atau bahkan mau melalui cara ghaib menggunakan jin, bukan masalah.
Persoalan menggunakan jin sebagai media atau mediator, tidak akan pernah dipersoalkan oleh hukum negara, selama tidak ada pelanggaran hukum seperti penipuan. Yang kelak akan mempersoalkan justru hukum agama, dalam hal ini Islam, Karena secara prinsip bekerjasama dengan jin adalah dilarang.
Dalam hukum Islam, memanfaatkan jin sebagai sarana pastilah untuk tujuan-tujuan buruk, karenanya hukum Islam akan mempersoalkan. Nabi Sulaiman telah mencontohkan dalam peristiwa pemindahan singgasana ratu Bilqis. Beliau memilih sesama manusia, bukan jin. Maka jadilah singgasana tersebut dipindahkan oleh manusia berilmu, bukan oleh jin sakti.
Kasus Dimas Kanjeng memang bisa saja disimpulkan secara praktis atau sederhana sebagai kriminalitas dan penipuan. Tapi juga bisa dipandang secara mendetail delik demi deliknya.
Bila itu menggandakan uang, terlepas dari bagaimana cara ia menggandakan, artinya akan ada uang yang bernomor seri sama. Maka itu disebut pemalsuan.
Kemudian andai disebut pengadaan, maka itupun melanggar hukum karena hanya Institusi BI yang boleh mengadakan uang.
Ketika seseorang rutin menerima gaji misalnya, maka yang bersangkutan sebenarnya hanya menerima uang, bukan mengadakan uang. Di situ terjadi pemindahan uang secara legal, dari pemberi kerja kepada karyawan. Teknisnya bisa melalui transfer bank atau kontan.
Berkaitan dengan Dimas Kanjeng, andai pengadaan uangnya dilakukan dengan pemindahan cara ghaib, lalu dari mana ia memindahkannya? Andai dari bank, maka itu adalah pencurian karena ilegal. Andai dipindahkan dari para orang kaya, maka itupun patut dipertanyakan, apakah telah terikat pada suatu perjanjian atau transaksi berpelindung hukum negara? Ya, apalagi mengingat nominalnya yang sedemikian besar.
Bila berpelindung hukum negara, dan masing-masing pihak taat pada perjanjian yang ada, maka urusan pemindahan uang hanyalah persoalan teknis. Mau lewat ATM, mau manual, mau lewat internet banking, atau bahkan mau melalui cara ghaib menggunakan jin, bukan masalah.
Persoalan menggunakan jin sebagai media atau mediator, tidak akan pernah dipersoalkan oleh hukum negara, selama tidak ada pelanggaran hukum seperti penipuan. Yang kelak akan mempersoalkan justru hukum agama, dalam hal ini Islam, Karena secara prinsip bekerjasama dengan jin adalah dilarang.
Dalam hukum Islam, memanfaatkan jin sebagai sarana pastilah untuk tujuan-tujuan buruk, karenanya hukum Islam akan mempersoalkan. Nabi Sulaiman telah mencontohkan dalam peristiwa pemindahan singgasana ratu Bilqis. Beliau memilih sesama manusia, bukan jin. Maka jadilah singgasana tersebut dipindahkan oleh manusia berilmu, bukan oleh jin sakti.
Kasus Dimas Kanjeng memang bisa saja disimpulkan secara praktis atau sederhana sebagai kriminalitas dan penipuan. Tapi juga bisa dipandang secara mendetail delik demi deliknya.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Fenomena Penggandaan Uang Ala Dimas Kanjeng Taat Pribadi, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.