Di ruangan yang telah disediakan masing-masing peserta bergiliran seorang demi seorang menyimpan kadonya di atas meja. Pada meja tersebut telah disediakan kantung plastik yang cukup tebal. Pada kantung-kantung plastik itulah kami menyimpan kado. Dengan demikian sulit untuk mengetahui ciri luar kado masing-masing.
Tibalah pada acara pengambilan kado yang sebelumnya posisi telah diacak oleh sang senior. Setelah masing-masing mengambil, maka pada saat itu juga diminta untuk dibuka.
Riuh gaduh dan penuh gelak tawa suasananya. Betapa tidak, ada beberapa kado yang tergolong lucu untuk anak SMP. Ada yang memperoleh botol susu bayi, kunci gembok, kuas cat ukuran besar, pahat, hingga bakiak. Aku sendiri memperoleh ballpoint yang lumayan bagus. Itu sebagai penukar dari kado lampu senter yang aku bawa.
Maka demikianlah, sepanjang kehidupanku cukup sering berurusan dengan kado yang beragam jenisnya. Kado yang berupa pemberian.
Kado Terbaik Itu Akhirnya Datang
Aku memulai kemandirian di sebuah rumah kecil tipe 21 yang didapat dengan cara mencicil. Kini rumah tersebut tinggal puing-puing akibat kebakaran. Namun sebelum itu ia telah mencatat sejumlah riwayat mengesankan dalam hidupku. Akan kuceritakan salah-satunya saja untuk saat ini.Awal tahun 1990 ketika itu dimana aku menerima surat dari seorang sahabat. Inti dari surat itu adalah ia mengeluh karena diusir oleh orang tuanya setelah terjadi percekcokan.
"Jangan pulang kamu sebelum memperoleh pekerjaan!", demikian kira-kira hardikan dari orang tua temanku tersebut. Itu aku ketahui dari cerita ia di surat tadi.
Setelah memahami masalahnya, maka pergilah aku ke Bandung, kota tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Saat itu belum banyak jalan tol. Perjalanan Merak - Bandung ditempuh lebih kurang 8 jam. Singkat kata aku menemukan temanku itu dan mengajaknya tinggal bersamaku.
Selama tinggal bersamaku sang teman itu sangat rajin mengirimkan surat lamaran kerja. Tapi semua nampaknya tidak mudah, dan aku selalu membesarkan semangatnya serta menyarankan ia untuk tetap bersabar. Aku lupa berapa lama ia tinggal bersamaku sebelum ia berpamitan.
"Saya rindu orang tua, mau pulang dulu ke Bandung. Insya Allah saya kemari lagi", kata temanku itu.
Saya menjawab, "Baiklah, dan jangan sungkan-sungkan untuk datang kemari. Saya senang kamu tinggal di sini koq."
Sebulan kemudian temanku itu datang lagi. Sudah agak larut malam. Ia membawa sedikit oleh-oleh berupa camilan kesukaanku.
Oh ya, pada tahun 1990-an alat komunikasi elektronik seperti ponsel belum kami kenal, telpon rumahpun masih merupakan sesuatu yang mahal dan langka. Aku sendiri tidak memasang telpon rumah karena jaringannya memang belum masuk. Dengan demikian selama satu bulan ke belakang itu aku tidak mengetahui kabar temanku ini.
"Ketika saya pamitan dulu itu sebenarnya karena ada panggilan tes kerja. Surat panggilannya datang kemari pas kamu kerja, jadi kamu tidak tahu. Saya sengaja tidak memberi tahu kamu karena ingin memberikan kejutan seandainya saya lulus tes tersebut", demikian temanku bercerita.
"Hahaha, saya tahu. Dan kamu ternyata lulus, bukan?", sergahku yang dijawab oleh senyuman lebar temanku itu.
"Iya, saya lulus. Dan mulai lusa mulai bekerja di Jakarta", kata temanku. Aku menyalaminya erat-erat.
Malam itu aku merasa mendapat kado yang terbaik. Kado itu didapat bukan karena aku mampu menerima sesuatu tapi justru di saat bisa memberikan sesuatu pada orang lain sekecil apapun. Sayup-sayup terngiang ucapan guru agamaku saat masih sekolah dulu bahwa tangan di atas adalah lebih baik dibanding tangan di bawah.
Bagi yang Suka Berbagi Kado
Anda suka berbagi kado? Manfaatkanlah Voucher Lazada. Siapa tahu kado yang anda berikan menjadi kado terbaik bagi yang menerima dan memberikannya.Terkadang untuk urusan kado terbaik bukan hanya jenisnya yang menentukan, tetapi juga momen.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Kado Terbaik Itu Akhirnya Datang Menyambangiku, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.