Antara Bacaan Shalat dan Koding Pemrograman - Se-nasionalis apapun seseorang, yang seperti ini kode
sumbernya tidak bisa di-bahasa-indonesia-kan. Ia harus tetap dibiarkan
ke-inggris-inggris-an agar tetap berfungsi.
<?xml version="1.0" encoding="UTF-8"
?>
<!DOCTYPE html>
<html>
<head>
<title>Judul Blog Anda</title>
<b:skin><![CDATA[ ]]></b:skin>
</head>
<body>
<b:section id='contoh'/>
</body>
</html>
Dalam banyak hal, rasa nasionalisme juga tidak bisa
dilakukan dengan cara kacamata kuda.
Ini obrolan antar praktisi IT, yang kesehariannya akrab
dengan hal yang ke-barat-barat-an bila menyangkut definisi. Tapi kalau ngobrol
ya menggunakan bahasa daerah. Terus kalau makan ya pecel lele atau nasi goreng.
Semestinya logika seperti ini juga dipahami oleh mereka para
ahli ibadah. Se-nasionalis apapun seseorang, ya kalau shalat bacaan-bacaan
rukunnya harus dengan bahasa Arab.
Atau se-sukuistis apapun seseorang jangan menggunakan bahasa
daerahnya untuk merubah ibadah mahdhah
yang mengharuskan menggunakan bahasa Arab.
Pas shalat bacaannya menggunakan bahasa Arab. Bila setelah
itu seseorang menjalankan ibadah yang lain, misalnya saja jual beli, tentu saja
tidak harus menggunakan bahasa Arab. Jual beli juga bisa bernilai ibadah,
bukan?
Persis seperti seorang programmer website. Pada saat
meng-coding ia menggunakan bahasa Inggris, tapi ketika menulis artikel pada
website-nya itu, ya tidak harus menggunakan bahasa Inggris.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Antara Bacaan Shalat dan Koding Pemrograman, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.