Dari khasanah negeri sendiri pernah ada sandiwara radio
Tutur Tinular. Dalam kisah itu ada tokoh Ramapati yang bisa diibaratkan sebagai
Shakuni. Namun sesungguhnya jika ditelisik lebih dalam, maka tokoh Ramapati
jauh lebih buruk dibanding Shakuni.
Shakuni si penghasut masih memiliki sifat jantan. Secara
tegas ia berdiri di pihak Kurawa dan objek kasak-kusuknya terfokus pada
Duryodhana. Itupun sebenarnya tidak terlampau intens karena dalang ambisius
sesungguhnya ada pada diri Dhistarastra, ayah Duryodhana. Lalu dalam Bharatayudha
Shakuni terjun ke gelanggang, tidak bersembunyi.
Lalu bagaimana dengan Ramapati? Sungguh lebih parah. Ia
masuk ke setiap celah tatanan istana untuk mengadu-domba. Tidak ada satupun
kekacauan yang tidak bersumber dari intriknya. Bagi Ramapati kawan adalah lawan
yang tidak berdaya sehingga mampu dikuasainya.
Korban fitnah dan adu-domba Ramapati berjatuhan. Mulai dari Ranggalawe hingga Nambi. Dan disetiap peperangan yang berasal dari hasutannya ia tidak pernah turun gelanggang. Ia senantiasa bersembunyi di balik pasukannya yang menjaga secara berlapis.
Korban fitnah dan adu-domba Ramapati berjatuhan. Mulai dari Ranggalawe hingga Nambi. Dan disetiap peperangan yang berasal dari hasutannya ia tidak pernah turun gelanggang. Ia senantiasa bersembunyi di balik pasukannya yang menjaga secara berlapis.
Sebagai catatan, penggambaran tokoh Ramapati ini penulis
ambil dari Sandiwara Radio Tutur Tinular yang populer pada dekade 1980 – 1990.
Bila ini dijadikan refleksi, maka tatanan moral bangsa Hindi
ternyata lebih tinggi dibanding kita. Orang seperti Shakuni saja, yang masih
memiliki sifat-sifat jantan, telah ditolak mentah-mentah oleh nilai yang berlaku.
Artinya saringan moral mereka sangat ketat.
Sepintas lalu kita seperti menolak Shakuni, tapi secara
praktek nampaknya tidak karena permisalannya adalah seakan-akan menolak masakan
basi tapi mau memakan kotoran.
Bila India konsekuen menolak Shakuni, maka kita hanya berpura-pura menolaknya sambil asyik-masyuk berlaku seperti Ramapati. Buktinya adalah kita bisa membandingkan indeks korupsi Indonesia terhadap India. Siapa yang lebih tinggi? Cukuplah ini menjadi bukti karena hanya manusia-manusia semisal Ramapati yang mampu atau tega korupsi.
Bila India konsekuen menolak Shakuni, maka kita hanya berpura-pura menolaknya sambil asyik-masyuk berlaku seperti Ramapati. Buktinya adalah kita bisa membandingkan indeks korupsi Indonesia terhadap India. Siapa yang lebih tinggi? Cukuplah ini menjadi bukti karena hanya manusia-manusia semisal Ramapati yang mampu atau tega korupsi.
Kita hampir selalu menunjuk Shakuni sebagai ikon kelicikan,
sementara sifat Ramapati sangat mungkin lebih mendarah-daging dalam diri
masing-masing. Dan ini luput dirasakan karena mungkin saja kita sangat jarang
becermin.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Perbandingan Kelicikan Antara Ramapati dan Shakuni, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.