Penulis melarutkan diri pada sejumlah asumsi tentang tokoh
sentral kita, yaitu Rangga Lawe. Asumsi pertama adalah tentang siapa nama ia
yang sebenarnya. Meskipun pada tataran asumsi, tetapi tentu saja tetap
berpegang pada sumber-sumber primer yang ada. Di antaranya sejumlah tulisan
para sejarawan.
Pada tahun 1292 Masehi, Rangga Lawe diperintah oleh ayahnya
untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik,
Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit.
Konon, nama Rangga Lawe sendiri merupakan pemberian dari Raden
Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari wenang, yang berarti “benang”, atau dapat
juga bermakna “kekuasaan”. Maksudnya ialah, Rangga Lawe diberi kekuasaan oleh
Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.
Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para
pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Rangga
Lawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton,
Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut
dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.
Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara
sebagai nama lain Rangga Lawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi,
yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan
nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Rangga Lawe ketika
dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.
Hingga di sini penulis belum bisa menyimpulkan nama asli
dari tokoh utama kita ini. Rasanya perlu mundur untuk mengidentifikasi sang
ayah terlebih dahulu, yaitu Arya Wiraraja.
Aria Wiraraja atau Banyak Wide adalah nama seorang tokoh
pemimpin pada abad ke-13 M di Jawa dan Madura. Dalam sejarah, ia dikenal
sebagai pengatur siasat kejatuhan Kerajaan Singhasari, kematian Kertanagara,
serta bangkitnya Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan
pendirian Kerajaan Majapahit.
Nama asli Arya Wiraraja bisa diidentifikasi dengan jelas
yaitu Banyak Wide. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1232 Masehi karena
dalam "Babad Pararaton" dinyatakan ketika terjadi ekpedisi Pamalayu,
ia berusia sekitar 43 tahun dan menjadi Adipati Sumenep pada usia 37 tahun.
Dalam perjalanan politik selanjutnya, nama Banyak Wide atau Arya Wiraraja lebih
mencuat dalam sejarah politik di kerajaan Singhasari.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa usia Arya Wiraraja adalah 67 tahun ketika terjadi pemberontakan Rangga Lawe.
Sangat menarik untuk menelisik eksistensi Rangga Lawe ketika Singhasari masih berdiri. Dan salah-satu acuannya adalah catatan tentang nama-nama bupati atau adipati Tuban. Pada daftar tersebut muncul nama Ronggolawe yang menjabat pada periode 1282 - 1291. Penulisan nama Ronggolawe tentulah berdasarkan kaidah bahasa Jawa masa kini, karena bila mengacu pada bahasa Jawa Kuna jaman Majapahit maka akan ditulis Rangga, bukan Ronggo.
Berikut adalah 3 orang pertama adipati Tuban :
Dari sini dapat disimpulkan bahwa usia Arya Wiraraja adalah 67 tahun ketika terjadi pemberontakan Rangga Lawe.
Sangat menarik untuk menelisik eksistensi Rangga Lawe ketika Singhasari masih berdiri. Dan salah-satu acuannya adalah catatan tentang nama-nama bupati atau adipati Tuban. Pada daftar tersebut muncul nama Ronggolawe yang menjabat pada periode 1282 - 1291. Penulisan nama Ronggolawe tentulah berdasarkan kaidah bahasa Jawa masa kini, karena bila mengacu pada bahasa Jawa Kuna jaman Majapahit maka akan ditulis Rangga, bukan Ronggo.
Berikut adalah 3 orang pertama adipati Tuban :
- Kyai Gede Papringan (1264 - 1282)
- Ronggolawe (1282 – 1291)
- Sirolawe (1291 - 1306)
Besar kemungkinan pada tahun 1291, yaitu setahun sebelum Singhasari runtuh, Rangga Lawe ditarik ke pusat pemerintahan untuk ikut memperkuat bala tentara Singshasari. Dan ia bergabung di bawah pimpinan langsung raden Wijaya sebagai Rakyan Tumenggung.
Berikut adalah tata keprajuritan pada jaman itu :.
Bila merujuk pada seringnya nama mereka muncul dalam peperangan, maka di bawah Raden Wijaya ada tiga orang Rakyan Rangga yakni Anabrang, Sora, dan Lawe.
Berikut adalah tata keprajuritan pada jaman itu :.
1. Sri Maharaja:
Sri Maharaja adalah pemegang kekuasaan tertinggi
Keprajuritan Kerajaan, beliau adalah Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan.
2. Mahapatih Hamangkubumi:
Sebagai Mahapatih Amangkubhumi yang juga mengepalai seluruh
Jajaran Keprajuritan Kerajaan.
3. Rakryan Tumenggung:
Rakryan Tumenggung adalah Pejabat Pelaksana Pemerintahan
yang bertugas di bidang Keprajuritan, sebagai militer aktif. Rakryan Tumenggung
adalah pangkat tertinggi dibidang kemiliteran kerajaan dan ahli strategi
perang.
4. Rakryan Rangga:
Rakryan Rangga adalah Pejabat Pelaksana Pemerintahan yang
bertugas di bidang Keprajuritan setingkat dibawah Rakryan Tumenggung,
berkedudukan sebagai wakil dan memimpin langsung para Senopati.
Tercatat selama Pemerintahan Jayanegara ada
tiga divisi utama kerajaan, yaitu: Jala Yudha, Jala Pati dan Jala Rananggana.
Sebutan Jala menunjukkan bahwa Kerajaan Majapahit merupakan Negara Maritim
(Jala = Kelautan).
5. Senopati:
Senopati adalah Kepala Pasukan Tentara Kerajaan, yang
memimpin langsung sejumlah besar pasukan kerajaan di mana di dalamnya termasuk
Bekel dan Lurah Prajurit. Kedudukan Senopati langsung berada dibawah perintah
Rakryan Tumenggung dan Rangga.
6. Bekel:
Bekel adalah Kepala Pasukan Tentara kecil yang langsung
berada di bawah perintah Rakryan Tumenggung, Rakryan Rangga dan Senopati.
7. Lurah Prajurit:
Lurah Prajurit adalah para Kepala Prajurit yang membawahi
sejumlah kecil prajurit dan berada langsung dibawah perintah Senopati dan
Bekel.
8. Prajurit Pasukan Khusus:
Prajurit Pasukan Khusus adalah prajurit yang dibekali
kemampuan khusus untuk menjalankan misi-misi kerajaan dan langsung berada di
bawah perintah para pimpinan prajurit di atasnya.
9. Prajurit:
Prajurit merupakan pasukan yang bergerak di garis depan
dalam melindungi kerajaan terutama dalam medan pertempuran dan langsung berada
di bawah perintah para pimpinan prajurit di atasnya.
Bila merujuk pada seringnya nama mereka muncul dalam peperangan, maka di bawah Raden Wijaya ada tiga orang Rakyan Rangga yakni Anabrang, Sora, dan Lawe.
Demikianlah, dalam tata pemerintahan Majapahit, bisa jadi mengadopsi dari
kerajaan-kerajaan sebelumnya seperti dari kadiri dan Singhasari, ada jabatan Rakryan
Mantri ri Pakirakiran.
Jabatan ini berfungsi semacam Dewan Menteri atau Badan
Pelaksana Pemerintah. Biasanya terdiri dari lima orang rakryan (para tanda
rakryan), yakni:
1. Rakryan Mahapatih atau Patih Amangkubhumi;
2. Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
3. Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
4. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima);
5. Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara).
Dari sini nampak sudah ada titik terang berdasarkan jabatan
Rakyan Rangga. Rangga bukanlah nama, tetapi jabatan. Bisa jadi sebutan Rangga
inilah yang ditambahkan oleh Raden Wijaya kepada seseorang bernama Lawe.
Bila ayahnya bernama asli Banyak Wide, maka rasanya cukup pas apabila memiliki putra yang diberi nama Lawe. Terlebih pada jaman dahulu di pulau Jawa ini, bahkan hingga sekarang, di beberapa wilayah terbiasa memberi nama tunggal. Maksudnya memberi nama kepada anak cukup dengan satu kata saja, bukan terdiri lebih dari satu kata. Contohnya adalah Wedeng, Yuyu, Pangsya, Banyak, Semi, Kuti, Lawe, Wijaya, dsb.
Bila ayahnya bernama asli Banyak Wide, maka rasanya cukup pas apabila memiliki putra yang diberi nama Lawe. Terlebih pada jaman dahulu di pulau Jawa ini, bahkan hingga sekarang, di beberapa wilayah terbiasa memberi nama tunggal. Maksudnya memberi nama kepada anak cukup dengan satu kata saja, bukan terdiri lebih dari satu kata. Contohnya adalah Wedeng, Yuyu, Pangsya, Banyak, Semi, Kuti, Lawe, Wijaya, dsb.
Arya Wiraraja mendapat penugasan baru untuk menjadi Bupati
Sumenep pulau Madura. Di Pulau inilah Lawe lahir. Walaupun lahir di Madura,
tapi Lawe tidak memiliki darah Madura. Beliau lahir dari seorang ayah dari
Kerajaan Kediri yang kekuasaannya sampai di Pulau Garam ini.
Penugasan baru ini tercatat dalam sejarah sebagai demosi
bagi Arya Wiraraja karena ia berselisih paham dengan Kartanagara, raja
Singhasari ketika itu.
Lawe tumbuh dan berkembang di pulau ini, sampai akhirnya
ayahnya mengutusnya membantu Raden Wijaya untuk membuka hutan Tarik sebagai
tempat berburu Jayakatwang.
Selanjutnya : Banjir Darah Di Tepi Sungai Tambakberas - Bagian Pertama
Sebelumnya : Banjir Darah Di Tepi Sungai Tambakberas - Prakata
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Banjir Darah Di Tepi Sungai Tambakberas - Tokoh Sentral, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.