Di antara senjata legendaris Nusantara, tersebutlah keris
Mpu Gandring di urutan pertama. Sempat penulis beranggapan bahwa keris Mpu
Gandring tetap populer, tapi ternyata anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Ketika ditanyakan pada beberapa anak SMU dan SMK, mereka rata-rata menjawab
tidak tahu.
Jika terhadap keris Mpu Gandring saja tidak tahu, maka
hampir dapat dipastikan merekapun tidak akan mengenal tombak Kyai Plered,
tombak Sarpasena, tombak Patmayoni, keris Megalamat, gada Wesikuning, pisau Tajimalela, dan banyak
lainnya.
Harapannya tinggal sedikit, mudah-mudahan mereka tetap
mengenal meriam Ki Amuk dan meriam Sijagur. Buuummm !
Maka demikianlah, apa-apa yang telah ditulis di atas adalah
nama-nama senjata. Jadi di jaman dahulu bukan hanya manusia yang diberi nama,
senjatapun juga.
Kita fokuskan untuk membahas keris Mpu Gandring. Ada
beberapa versi kisah yang menyertainya, namun semuanya senada. Keris tersebut
adalah pusaka legendaris yang terkenal dalam riwayat pendirian kerajaan
Singhasari.
Menurut salah-satu versi, keris ini ditempa oleh Mpu
Gandring, seorang pandai besi yang sangat sakti atas pesanan Ken Arok. Ken Arok
meminta agar keris tersebut selesai dalam 1 malam saja. Karena kesaktiaannya,
keris berhasil diselesaikan dalam satu malam. Tapi ketika Mpu Gandring tengah
membuat sarung keris, Ken Arok tiba-tiba datang karena menurut dia waktunya
telah 1 hari. Mpu Gandring ditusuk Ken Arok karena dianggap tidak menepati
janji.
Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan
bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa Ken Arok beserta tujuh
keturunannya. Ken Arok yang memang tidak
percaya dengan ucapan sang Mpu, tetap menyimpan keris tersebut baik-baik.
Tentang kutukan Mpu Gandring, yang menyebutkan bahwa keris
tersebut akan meminta korban nyawa Ken Arok beserta tujuh keturunannya,
dibenarkan oleh semua versi. Maka yang tersisa sekarang adalah pertanyaan,
apakah kutukan tersebut terbukti? Mari kita lihat.
Mpu Gandring, ia adalah korban pertama dari keris tersebut.
Secara logika ia harus dikeluarkan dari perhitungan karena "argo"
akan dimulai paska kutukan dikeluarkan. Terlebih lagi ia bukan keturunan Ken
Arok.
Tunggul Ametung menyusul sebagai korban berikutnya. Kepala
daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari
Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar
"Dandang Gendis" (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah
pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang
dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang
dipimpin oleh Airlangga. Sang kepala daerah ini tidak memiliki hubungan darah
dengan Ken Arok.
Kebo Ijo adalah korban ketiga keris Mpu Gandring. Warga
Tumapel, yang pernah melihat Kebo Ijo memamerkan keris itu, sertamerta
menuduhnya sebagai pembunuh Tunggul Ametung. Mereka mengeroyok dan membunuh
Kebo Ijo dengan keris itu. Kebo Ijo bukanlah keturunan Ken Arok.
Ken Arok adalah korban keempat sang keris. Anusapati menyuruh
Ki Pengalasan dari desa Batil untuk menghabisi Ken Arok. Suruhannya itu
berhasil membunuh Ken Arok yang sedang makan di waktu senja, pada 1247 –versi
Negarakertagama menyebut tahun 1227.
Bila dihubungkan dengan kutukan, maka Ken Aroklah sebenarnya sang korban
pertama. Dengan kata lain kutukan mulai bekerja saat Ken Arok terbunuh.
Ki Pengalasan menyusul sebagai korban kelima. Setelah
menyelesaikan misinya, Ki Pengalasan segera melapor. Anusapati memberinya
hadiah. Namun karena takut Ki Pengalasan menceritakan siapa yang menyuruhnya
membunuh Ken Arok, Anusapati kemudian menghabisinya. Dan lagi-lagi secara fakta
ia bukan keturunan Ken Arok.
Anusapati menduduki urutan keenam korban keris Mpu Gandring.
Tohjaya berhasil meminjam keris Mpu Gandring dari Anusapati dan menukarnya
dengan keris lain. Anusapati terlalu asyik menikmati sabung ayam. Tohjaya tak
menyia-nyiakan kesempatan dan menancapkan keris Mpu Gandring ke dadanya.
Anusapati adalah keturunan Ken Arok. Dengan demikian bila dihubungkan dengan
kutukan maka ia adalah korban kedua.
Setelah itu keris Mpu Gandring tidak lagi memakan
korban. Jadi hanya ada enam korbannya.
Dan bila dihubungkan dengan kutukan, maka hanya memakan dua korban, yaitu Ken
Arok dan Anusapati.
Jadi, apakah kutukan Mpu Gandring terbukti seluruhnya?
Jawabannya jelas tidak! Atau jangan-jangan Mpu Gandring memang tidak pernah
mengeluarkan kutukan. Dan kisah tentang kutukan Mpu Gandring hanyalah sebuah
dongengan, bukan sejarah. Terlebih pada saat kejadian tidak ada saksi mata.
Sang mpu hanya berdua saja dengan Ken Arok.
Sayangnya, secara arkeologis keris mpu Gandring tidak ditemukan hingga sekarang. Hal ini berbeda dengan Kisah Pedang Tertajam dan Terkeras di Dunia yang artefaknya ada.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Kontroversi Kisah Kutukan Mpu Gandring, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.