Pada dasarnya sebuah postingan, termasuk status Facebook,
dapat di kelompokkan menjadi dua macam yaitu Blog Post dan Article.
Pada tipikal Blog Post sangat dipenuhi oleh opini dan asumsi
pribadi, tidak memerlukan referensi atau sumber apapun, baik yang bersifat
narasumber maupun literatur. Gaya bahasanya bebas, bahkan bisa santai. Ejaan
dan tatabahasa tidak dianggap krusial.
Untuk tipikal Article sifatnya jauh lebih ilmiah dan runtut.
Opini pribadi malah ditabukan. Perlu ada referensi, entah narasumber dan atau
literatur. Menggunakan bahasa formal dan sangat memperhatikan ejaan serta
tatabahasa. Salah ketik bisa salah makna, atau bahkan kehilangan makna.
Tentang tipikal Article ini disiplin ilmunya persis seperti
perawian hadits, jadi jelas marajinya. Jelas atau runtut penelusurannya.
Dalam kehidupan nyata, kedua tipikal ini diperlukan. Bahkan
sebuah inovasi yang telah nyata barangnya, ketika dideskripsikan pada sebuah
tulisan, bisa memuat dua hal yaitu teori baku yang telah ada sebelumnya serta
pengalaman sang inovator saat mempraktekkannya.
Budaya seperti ini umumnya dilakukan pada budaya non agraris
(langitan), dan hampir tidak ditemui pada budaya agraris (bumian). Pada budaya
agraris tidak perlu susah-susah membuat artikel, cukup dengan dari lisan ke
lisan saja. Mengapa harus menempuh cara susah menggunakan artikel bila dengan
lisan saja sudah cukup.
Budaya langitan adalah mengolah karunia Allah yang turun
dari langit ke bumi, misalnya bijih besi. Adapun budaya bumian adalah mengolah
karunia Allah yang tumbuh dari bumi, misalnya padi.
Bagi bangsa Indonesia saat ini, baik budaya langitan maupun
budaya bumian kedua-duanya diperlukan. Dan sangat memungkinkan karena mulai
dari bijih besi hingga padi kedua-duanya ada dalam khasanah kita saat ini.
Bagi saya saat ini tidak ada budaya Sunda, budaya Jawa,
budaya Melayu, dsb. Yang ada adalah Budaya Agraris Bertradisi Sunda, Budaya Agraris
Bertradisi Jawa, Budaya Langitan Bertradisi Sunda, Budaya Langitan Bertradisi
Jawa, dsb.
Budaya adalah lingkup prinsipnya, sementara tradisi adalah
lingkup operasionalnya. Masing-masing bangsa tidak dibedakan oleh budayanya
tapi oleh tradisinya.
Andaipun mau dibedakan, maka hanya ada dua kelompok besar
saja yaitu bangsa berbudaya agraris dan bangsa berbudaya non agraris.
Antara Amerika dan Rusia sama-sama menggunakan dominan
budaya langitan, tetapi dibedakan oleh tradisi Amerika dan tradisi Rusia.
Langit, bumi, dan seluruh isinya telah Allah titipkan,
ujikan, karuniakan kepada manusia. Rasanya tidak pantas bagi kita untuk
mendiskreditkan salah-satu di antara mereka. Tidak perlu mendiskreditkan langit
hanya gara-gara anda kaum agraris. Dan tidak perlu pula melecehkan bumi
gara-gara anda mencari nafkah menggunakan budaya non agraris.
Indonesia bisa menjadi bangsa multibudaya, yaitu gabungan
antara budaya agraris dan budaya non agraris.Hal ini sekian prosennya saja
pernah tercapai di masa orde baru.
Kapan kita akan benar-benar mampu menjadi negara maju
berbasis multibudaya? Nanti, menunggu yang membaca status ini jadi presiden.
Hehehe!
Terkait dengan eksistensi Indonesia sebagai negara agraris,
mungkin artikel saya yang berjudul Sumber Informasi Pertanian Indonesia cukup
relevan untuk dibaca pula.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Indonesia Dalam Wacana Multi Budaya, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.