Ada sebuah kalimat seperti ini, "Alqurán itu buatan
manusia."
Kalimat seperti ini sebenarnya tidak menggambarkan secara
utuh apa yang dimaksud oleh penulis atau pengucapnya.
Ketidakutuhan tersebut timbul karena terhadap istilah
Alqurán sendiri, pada jaman sekarang, bisa berlaku multimakna. Apakah sebagai
Kalamullah ataukah mushaf-nya. Walaupun secara makna asalinya yang disebut
Alqurán adalah Kalamullah.
Penyelesaiannya sederhana, tambahkan saja kata atau istilah
yang bisa memperjelas. Misalnya saja menjadi seperti ini, "Mushaf Alqurán
itu buatan manusia."
Mediamassa provokator sangat sering memanfaatkan kelemahan
para penulis atau pengucap seperti pada contoh kasus di atas. Terutama jika
sang penulis atau pengucap itu berskala pesohor.
Menjaga lisan dan tulisan bukanlah sekedar agar orang lain
tidak tersinggung. Agar orang lain mengerti secara utuh itu juga sangat
penting. Islam sebagai dien al haq sangat menekankan kedua sisi ini secara
seimbang. Yaitu keseimbangan antara kejelasan makna dalam menguraikan sesuatu
dan bagaimana agar orang lain tidak tersinggung.
Dalam beberapa hal malah bisa saja terjadi, memberi
penekanan agar orang lain paham jauh lebih penting dibanding mengupayakan agar
ia tidak tersinggung. Ini jurus pamungkas ketika pemaknaan tidak bisa
berkompromi dengan perasaan.
Penyunting atau editor biasanya memiliki kehati-hatian lebih
tinggi dibanding penulis murni.
Artikel yang sedang anda baca ini berjudul Saat Menekankan
Makna Menjadi Sedemikian Penting. Sifatnya hanyalah sebuah wawasan pribadi yang
berasal dari pengalaman.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Saat Menekankan Makna Menjadi Sedemikian Penting, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.