Kalau dicermati, ini ibarat sekedar deja vu. Dulu bangsa
kita lepas dari cengkeraman putih karena kuning beraksi membendung putih. Dan
setelah itu kuninglah yang menjajah.
Itu periodisasi penjajahan masalalu, sekarang kita bertutur
yang sedang dialami.
Sebelum ponsel Cina booming, secara makro ekonomi kita
sedang dijajah putih, cukup lama waktu itu. Lalu datanglah badai ponsel Cina,
dan cengkeraman Amerika-Eropa mengendor. Akhirnya Cina semakin dominan
menguasai perekonomian.
Ingat kisah Agresi Militer I dan II ? Bila ingat, itupun
sebenarnya terulang di jaman sekarang dengan modus berbeda. Maka sebut saja
Agresi Ekonomi I dan Agresi Ekonomi II. Tanda-tandanya adalah ketika Bill Gate
datang ke Indonesia.
Ingat kisah Ki Gendeng Pamungkas yang mengancam akan
mensantet presiden Amerika ketika datang ke Indonesia? Itu juga tanda-tanda.
Sang presiden negara adidaya tentu tidak akan mengalah begitu saja pada sang
rival, yaitu Cina.
Sekarang kita dijajah oleh multibangsa, itu juga kalau mau
jujur mengakui.
Lalu mengapa di saat ini masih banyak orang Indonesia yang
tetap tertawa-tawa padahal sedang dijajah? Berbaik sangka saja yuk. Mereka
bukan tidak memiliki rasa nasionalisme, tapi lebih kepada sikap realistis.
Kalau sudah dijajah masih ditambahi bermuram durja pula, apa kata Tuhan nanti?
Yang saya praktekkan saat ini adalah berusaha tidak membenci
dan mendendam pada bangsa manapun yang menjajah, karena saya memang berusaha
tidak rasialis. Introspeksi diri jauh lebih baik.
Oh ya, sekedar melaporkan saja ini kepada yang belum tahu.
Di ujung Barat pulau Jawa sudah ada dua pabrik baja. Milik Korea dan Jepang.
Perusahaan baja nasional berlabel BUMN malah jadi semakin tenggelam.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Deja Vu Penjajahan Kepada Bangsa Indonesia, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.