"APA YANG ANDA PIKIRKAN?", DEMIKIAN YANG
TERPAMPANG PADA KOLOM ISIAN UNTUK MENULIS STATUS DI FACEBOOK.
Tidak banyak nampaknya yang memperhatikan hal ini hingga
tahap penghayatan. Terbukti setelah membaca kalimat itupun masih sangat banyak
status yang ditulis tidak berdasarkan pada buah pikiran. Bahkan terkesan asal
menulis sebagai alat untuk meluapkan kegundahan. Padahal Facebook itu telah
membuat stimulan awal pada penggunanya agar kreatif dan mengedepankan pikiran.
Sekali lagi,
"Apa yang Anda pikirkan?", demikian yang terpampang pada kolom
isian untuk menulis status di Facebook.
Kalimat tersebut menyiratkan banyak hal, di antaranya :
Facebook digagas oleh sekelompok orang yang logis. Mereka
mengutamakan hal-hal yang terpikirkan berdasarkan kemampuan manusia secara
umum,
Facebook merekomendasikan agar para penggunanya menulis
status tentang apa-apa yang mereka pikirkan, bukan tentang apa-apa yang mereka
rasakan. Memang sempat pula Facebook menampilkan kalimat seperti "Apa yang
Anda rasakan?", "Apa yang Anda rencanakan?", "Apa yang Anda
kerjakan?", dsb. Tetapi akhirnya mereka kembali ke format lama dengan
hanya menampilkan "Apa yang Anda pikirkan?"
Facebook tidak merekomendasikan penggunanya untuk mengobral
perasaan seperti kesenduan, melankolis, kemarahan, kejengkelan, sentimentil,
iri hati, kedengkian, dan sejenisnya. Jadi perasaan apapun itu, baik yang
berkonotasi positif maupun negatif,
Meskipun merekomendasikan pada penggunanya untuk
mengedepankan pikiran, tetapi pengelola Facebookpun tetap manusiawi dalam hal
perasaan. Salah-satunya dengan memperhatikan fitur apa saja yang sekiranya pas
untuk kasus-kasus dimana seseorang memberitakan tentang musibah, duka cita, dan
sebangsanya. Tentang hal ini saya pernah mengulasnya pada artikel yang berjudul
Seberapa Pentingkah Tombol Dislike Facebook?
Rekomendasi, ya sekedar rekomendasi atau sugesti, yang tentu
saja dengan sangat enteng bisa tidak diindahkan. Begitulah, karena jangankan
hanya sekedar rekomendasi, bahkan andaipun itu sudah termasuk aturan atau
larangn, maka tetap saja akan ada sebagian orang yang melanggarnya. Terutama
oleh mereka yang aktif di jejaring sosial tanpa diawali oleh penghayatan tertentu.
Karena Facebook sendiri merekomendasikan atau menyarankan
tentang "Apa yang Anda pikirkan?", maka tulisan ini hanya akan
membahas yang berkaitan dengan itu. Adapun status-status yang didasarkan kepada
"Apa yang Anda rasakan?" misalnya, berada di luar pembahasan. Atau
tegasnya tidak diapresiasi.
Ada beberapa tipikal status yang ditulis berdasarkan
pikiran, yaitu :
Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si
penulisnya tahu dan mampu. Status seperti ini memberi kedalaman yang baik,
mampu memberi pencerahan, dan memiliki manfaat yang tinggi. Biasanya status
seperti ini keluar dari orang yang mempelajari suatu teori secara baik,
mempraktekkannya secara baik, mendapat hasil baik, baru kemudian ia
menuliskannya.
Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si
penulisnya tahu tapi tidak mampu. Status seperti ini tetap bisa memberikan
manfaat dan pencerahan tetapi dengan sejumlah kedangkalan, tidak dalam.
Status-status yang berdasarkan keadaan dimana si penulisnya
tidak tahu dan tidak mampu tetapi mereka bersikap realistis dengan
mengedepankan pertanyaan, bukan pernyataan. Status-status seperti ini layak
untuk diapresiasi pula. Kelak mungkin akan gayung bersambut dengan tipikal (1).
Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si
penulisnya tidak tahu dan tidak mampu tetapi dengan kemasan seakan-akan tahu
dan mampu. Yang seperti ini tentu tidak layak diapresiasi, melainkan dikritik.
Dan derajatnya sama atau bahkan lebih buruk dibanding status-status yang
ditulis berdasarkan "Apa yang Anda rasakan?". Status-status dengan
genre ini biasanya menjadi milik para pokrol bambu, tim sukses yang giat mencitrakan
jagoannya, para simpatisan yang fanatik buta pada seorang tokoh, para pengikut
yang fanatik buta pada suatu isme, sales gurem, para penipu, para pendusta,
kaum ambisius, dan sejenisnya.
Secara pendekatan statistik, Facebook cukup bisa digunakan
untuk memotret kondisi umum suatu bangsa. Bila sangat sedikit menampilkan
pengguna-pengguna yang bertipikal (1) maka dapat dipastikan bahwa kondisi
bangsa tersebut termasuk buruk.
Euforia Facebook telah lama lewat, pada masa euforia itu
apapun yang berkaitan dengan Facebook hampir pasti disongsong oleh penggunanya,
termasuk status-status yang boleh dikatakan tidak berkualitas. Tentang lewatnya
masa euforia Facebook telah saya tulis pada artikel ini.
Terkait dengan kualitas status menurut saya, yang disebut status
berkualitas itu tidak melulu harus yang bertema serius, tema canda atau
humorpun bisa.
Bila mau mengusung tema canda, maka sebaiknya hindari yang
sudah usang, yang sudah tidak lagi mengundang orang lain untuk tertawa. Mengapa
demikian, karena antara kocak dan menyebalkan itu berselisih sangat tipis.
Untuk saya pribadi, sebenarnya jauh lebih menyukai
status-status humor dari orang lain dibanding status serius. Kalau yang serius
kan mending baca ensiklopedia, website, atau blog ternama yang sesuai
niche-nya. Tapi sayangnya, seiring dengan surutnya masa euforia Facebook, sudah
sangat jarang status humor yang benar-benar kocak. Sementara saya sendiri
merasakan bahwa ide humor yang baru, segar, dan orisinil itu tidak bisa datang
setiap saat.
Tulisan ini berkonotasi netral, artinya siapapun bisa
terkondisikan berada pada situasi baik atau buruk saat menulis status di
Facebook, termasuk saya. Dan bila ukurannya adalah tipikal status sebagaimana
yang telah diuraikan di atas, mungkin sayapun tidak termasuk pada kriteria (1).
Demikianlah yang bisa saya uraikan pada artikel ini, mohon
maaf terhadap segala kekurangan yang terdapat padanya. Dan semoga tetap
memiliki manfaat bagi kita.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Apa Yang Anda Pikirkan?, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.