Sering aku harus membagi diri. Dalam gelas-gelas manusia,
ceruk-ceruk kecil tempat hewan minum, milyaran rintik hujan, panci-panci
masakan para ibu, aliran demi aliran sungai, hingga ompol para bayi. Ya, itulah
tugasku sebagai salah satu makhluk Tuhan. Aku bekerja, bekerja, dan bekerja.
Sebenarnya aku paling suka berkumpul. Seberapa banyakpun
membagi diri maka pada akhirnya aku akan terkumpul di satu tempat yang memiliki
batas. Dan saat batas tsb tidak kutemukan maka aku akan terus mengalir dan
mengalir. Jujur saja, tanah adalah tempat favoritku. Disana aku bisa meresap
dan berdiam di bawahnya.
Sering manusia tak memberikan tanah yang cukup untukku.
Kurang sekali sehingga aku harus mengalir atau menggenang tanpa meresap. Bukan
keinginanku untuk menggenang dalam jumlah banyak di suatu kota. Ya, manusia
menyebutnya sebagai banjir. Dan sebenarnya mereka sangat membenci banjirku.
Sering aku tersenyum geli saat ada manusia yang berkata :
"Kujalani saja seperti air yang mengalir."
Mereka mengatakan itu umumnya untuk menutupi kebingungan
saat bertindak tanpa arah yang jelas. Padahal, aku si air, selalu punya tujuan
yang jelas. Sejauh apapun perjalananku maka tujuannya adalah tempat yang lebih
rendah.
Aku sang air adalah ciptaan Tuhan, sama seperti manusia. Dan
Tuhan telah memerintahkan untuk bersikap sesuai dengan sikap manusia padaku.
Sayangnya manusia sering berlebihan. Berbeda dengan ikan, buaya, dan katak
misalnya yang amat bijak menyikapiku.
Biarlah itu urusan manusia, dan tugasku tetaplah sebagai
sang air.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Aku Sang Air Si Makhluk Allah, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.