Semestinya menulis bukanlah tergolong keterampilan khusus
apabila dikuasai oleh mayoritas manusia. Tapi faktanya ternyata tidak demikian.
Bila anda berada di antara seribu orang manusia secara alami, misalnya saja di
tengah taman kota, maka hampir dapat dipastikan akan lebih mudah mencari 50-100
orang yang bisa mengendarai mobil dibandingkan mencari 5-10 orang yang bisa
menulis artikel.
Dalam keseharian kita tentu pernah atau malah sering
menemukan orang yang sedemikian pandai berkata-kata, ia mampu berorasi dan
mempengaruhi orang lain, tapi sedemikian kesulitan ketika harus menuangkan pikiran-pikirannya
secara tertulis. Karena banyaknya kasus seperti ini maka muncullah opini bahwa
keterampilan menulis itu adalah bakat. Dengan demikian orang yang tidak
berbakat menulis tidak akan pernah mampu melakukannya. Menurut saya pendapat
ini adalah relatif, tidak bisa dibenarkan atau disalahkan 100%.
Keterampilan menulis berkaitan erat dengan kegemaran
membaca. Jadi dapat dikatakan bahwa orang-orang yang gemar membaca sejak kecil
akan memiliki keterampilan menulis pada saat ia memasuki usia remaja. Dan
semakin terasah keterampilan tersebut seiring dengan pertambahan usia. Kemudian
keterampilan berkata-kata berhubungan erat dengan kecakapan mendengarkan atau
menyimak. Mereka yang tergolong pendengar yang baik umumnya mampu pula menjadi
pembicara yang handal. Lalu bagaimana bila tidak gemar membaca sekaligus tidak
gemar menyimak? Tentu kita telah paham apa jawabannya.
Di jalan-jalan tentu sudah sangat biasa kita melihat orang
mengendarai mobil, motor, atau sekurang-kurangnya sepeda. Keterampilan mengendarai
kendaraan seolah-olah bukan lagi hal yang istimewa. Persis seperti makan,
minum, berpakaian, berjalan kaki, mandi, berbicara, dan sejenisnya. Lalu
mengapa itu terjadi? Penyebabnya adalah karena dikondisikan. Jika demikian
halnya maka semestinya keterampilan menulis juga bisa dikondisikan sejak dini,
persis seperti saat seorang anak diajari bersepeda. Dengan kata lain, banyaknya
ditemukan orang yang tidak terampil menulis karena tidak dikondisikan. Dan
akibat dari lebih banyaknya orang yang tidak terampil penulis ini adalah
munculnya stigma bahwa yang terampil menulis itu memiliki kelebihan khusus.
Di antara sedemikian banyak orang yang mampu mengendarai
mobil memang ada beberapa yang di atas rata-rata sehingga mereka mampu menjadi
pembalap, misalnya. Maka demikian pula dengan menulis. Di antara orang-orang
yang terampil menulis ada yang berkemampuan di atas rata-rata sehingga mampu
menulis puluhan buku best seller.
Kertas, buku, ballpoint, mesin ketik, komputer, daun lontar,
media sosial, blog, website, dan sebangsanya hanyalah alat atau sarana para
penulis untuk menunagkan karya-karyanya. Dorongan yang kuat dari dalam diri
akan memicu serta memacu mereka untuk memanfaatkan sarana apapun yang ada untuk
menulis. Dan ini tentu saja alami sifatnya.
Menulis adalah keterampilan yang bisa dipelajari, itu inti
dari tulisan ini. Dan bila banyak orang yang ramai-ramai mempelajarinya, maka
semuanya akan bisa meskipun antara satu dengan yang lainnya tidak sama dalam
level keterampilannya. Ini bukan semacam dorongan atau motivasi, tapi
keniscayaan. Kembali kepada pembahasan tadi bahwa yang penting adalah adanya
upaya-upaya untuk mengkondisikan.
Para pembaca yang budiman, judul di atas mungkin terkesan
ngenye atau menyepelekan, iya kan? Hehehe. Tidak, tentu saja penulis tidak
bermaksud menyepelekan. Toh bila penulis menyepelekan sama artinya dengan
menampar muka sendiri juga. Judul tersebut pada dasarnya hanya ingin
mengutarakan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia bisa digiring ke arah gemar
menulis. Dan bila giringan tersebut berhasil, maka keterampilan menulis akan
menjadi ciri khas bangsa kita. Dan bila sudah menjadi ciri khas maka bagi kita
sendiri akan terasa biasa-biasa saja.
Pada dasarnya sebuah keterampilan yang kita miliki tentu ada
guna atau manfaatnya, termasuk keterampilan menulis. Entah itu dianggap keterampilan umum ataupun
keterampilan khusus.
Sekarang adalah era digital, dan saya merasa beruntung
berada di antara anda para penulis website dan penulis blog. Keberagaman cara
anda semua menulis benar-benar saya nikmati. Bila dulu saya bergelut dengan
aneka kaidah berbahasa seperti EYD, Aturan Pembentukan Istilah, Kamus bahasa,
dan sejenisnya maka sekarang bertambah. Untuk urusan menulis di blog ada
ilmunya tersendiri yang bahasannya mencakup SEO.
Memang, semestinya menulis bukanlah tergolong keterampilan
khusus. Dan mungkin anda bisa mencoba salah-satu kiat yang saya bahas pada
artikel yang berjudul Artikel Tumbuh.
Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Semestinya Menulis Bukanlah Tergolong Keterampilan Khusus, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.